Wanita sebagai istri, juga dianggap sebagai sigaraning nyawa (belahan jiwa) suami. Dalam Serat Darmagandhul dijelaskan bahwa istri sebagai sosok pendamping suami, dituntut untuk senantiasa setia serta menjalani tiga hal yakni: pawon, paturon, dan pangreksa. Ketiga hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pawon
Pawon berarti dapur. Makna luasnya, sebagai pendamping suami, seorang wanita dituntut pintar memasak atau mengolah hidangan untuk makanan keluargannya. Meskipun secara naluri wanita menggemari kegiatan ‘dapur’ ini, namun wanita tetap dituntut untuk senantiasa menambah wawasan dan pengetahuannya agar dapat tampil piawai selaku ‘koki’ keluargannya. Penambahan wawasan tersebut diperoleh dari berbagai majalah atau buletin yang membahas masalah masak-memasak atau juga dapat diperoleh dari berbagai tayangan di televisi yang menyajikan program acara masalah ‘dapur’. Kepandaian wanita dalam memasak akan membuat suami serta anak-anaknya kerasan berada di rumah, dan ini merupakan keuntungan tersendiri bagi pengelolaan keuangan rumah tanggan karena tidak ada kebiasaan makan di luar rumah bagi suami maupun anggota keluarganya yang lain. Di samping itu seorang istri yang mampu memuaskan ‘perut’ suaminya akan mendapat pujian serta kebanggaan dari suami.
2. Paturon
Paturon berarti tempat tidur. Makna luasnya adalah dituntutnya seorang istri piawai beradu asmara dengan suaminya di atas ranjang. Masalah hubungan badan ini merupakan masalah yang paling sensitif dari sebuah rumah tangga. Seringkali dalam rumah tangga terjadi perselisihan yang berakibat perceraian karena masalah ‘tempat tidur’. Perselingkuhan serta perzinahan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga lebih banyak disebabkan oleh faktor ‘ranjang’; suami atau istri tidak mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pasangannya, sehingga pasangan berusaha mencari kepuasan di luar rumah. Dampak negatif dari tindakan perselingkuhan atau perzinahan ini misalnya ter¬jangkitnya penyakit kelamin yang mengerikan, lahirnya anak ‘gelap’ akibat hubungan di luar nikah, dan hal-hal mengerikan lainnya yang jelas-jelas mengancam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga.
3. Pangreksa
Pangreksa berarti penjaga. Makna luasnya, wanita dituntut untuk dapat mengelola rumah tangganya dengan sistem pengelolaan yang baik dan benar serta melayani kebutuhan suaminnya dengan sebaik-baiknya. Seorang suami yang menghadapi ketidakbenaran sistem pengelolaan rumah tangga serta tidak mendapat pelayanan yang memuaskan dari sang istri, seringkali berusaha mendapatkannya di luar rumah. Permasalahan menjadi semakin meruncing ketika suami akhirnya justru mendapatkan apa yang dicarinnya pada sosok wanita lain.
Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki sifat mulia, yang berakar pada nilai gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari-hari wanita Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki; nastiti memiliki arti cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali. Sikap nastiti ini berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap nastiti, dituntut bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal menggunakan harta benda keluarganya, dituntut bersikap hati-hati. Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan ‘keputusan’ keluarganya, sehingga ia dapat memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita yang mempergunakan harta bendanya tanpa kontrol, akan melunturkan ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi rumah tangga.
Selasa, 04 Oktober 2016
Pawon,paturon,pangreksa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar