Sabtu, 15 Oktober 2016

Rigen.tegen.mugen

Rigen
cakap pandai mengatur.
Tegen:
taat dan tekun bekerja serta tidak berhenti bekerja sebelum tuntas, selesai; tidak menyeleweng dalam menggunakan waktu dan kesempatan.
Mugen:
setia kepada suami dan membenci penyelewengan.

Selasa, 04 Oktober 2016

Nilai wanita harus

nila-nilai wanita Jawa meliputi:
1. Eling lan waspada.
Artinya, selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan waspada terhadap lingkungan yang kurang baik maupun gejolak yang berasal dari dalam diri pribadi.
2. Rigen:
cakap pandai mengatur. Tegen: taat dan tekun bekerja serta tidak berhenti bekerja sebelum tuntas, selesai; tidak menyeleweng dalam menggunakan waktu dan kesempatan. Mugen: setia kepada suami dan membenci penyelewengan.
3. Gemi:
pandai menyimpan uang dan tidak boros dalam meng¬gunakannya. Nastiti: merencanakan pekerjaan dengan teliti, jangan sampai merugikan diri sendiri maupun orang lain. Ngati-ati: di dalam hati selalu teliti dan tidak terburu-buru baik dalam ucapan ataupun tindakan.
4. Gumati:
tulus ikhlas disertai rasa senang dalam mengelola dan memelihara yang menjadi tanggung jawabnya. Mangerti: tanggap, pandai menyesuaikan diri dengan suasana dan situasi. Susila: sopan santun, tidak sombong dan semena-mena. Prigel: terampil dan siap mengerjakan apa saja yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya.

Tatas titis tetes

wanita diidealkan memiliki sifat yang berorentasi pada nilai mikul dhuwur mendhem jero, tatas, titi-titis, dan tetes. Secara rinci jabaran nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Konsep mikul dhuwur mendhem jero biasannya diartikan untuk men¬jujung derajat orang tua, meski sebenarnya dapat diperluas yaitu men¬junjung derajat suami dan keluarganya. Terhadap suami dan keluarga¬nya, wanita hendaknya bersikap mikul dhuwur (memikul tinggi-tinggi) nama baik dan kehormatan suami serta keluargannya dan mampu mendhem jero (mengubur dalam-dalam) keburukan maupun kekurangan yang terdapat dalam diri suami dan keluarganya. Perpaduan sikap ini sangat serasi jika terjadi pada diri seorang wanita, yang karenanya ia akan mampu menyimpan rapat-rapat rahasia, aib, kekurangan, dan keburukan yang terjadi pada suami atau keluarganya, serta mampu mengangkat nama baik atau kehormatan suami dan keluargannya. Sikap mikul dhuwur mendhem jero bukan sikap yang menunjukkan keangkuhan atau ke¬sombongan, melainkan sikap terpuji yang mampu memunculkan segala kebaikan suami dan keluargannya, serta di lain pihak mampu mengubur dalam-dalam segala keburukan atau kekurangan suami dan keluarganya. Membuka aib, rahasia, dan keburukan suaminya sendiri, sesungguhnya membuka segala aib, rahasia, dan keburukan yang terdapat pada dirinya sendiri. Sikap ini jelas-jelas menunjukkan ‘kualitas’ yang tidak baik dari seorang istri.

2. Tatas

Istilah tatas sangat dekat dengan pengertian putus, selesai, tuntas. Dalam pengertian yang lebih luas, tatas diartikan sebagai tindakan yang mrantasi gawé, yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan sempurna. Dalam konteks ini seorang wanita memilki sikap tegas, cukat, trengginas, dan trampil, yaitu bertindak cepat, bersemangat, dan memiliki keteram¬pilan yang memadai. Hal yang sama diutarakan oleh Sardono Wibakso bahwa tatas adalah mampu menyelesaikan masalah secara tuntas, tidak mindho-gawèni atau tidak ada pengulangan (wawancara, 5 Desember 2005).

3. Titi-Titis

Titi bermakna teliti, jeli, dan cermat. Ketelitian sesungguhnya sangat diperlukan dalam segala aktivitas atau kegiatan. Seseorang yang bersikap teliti, jeli, dan cermat dalam mengelola rumah tangganya akan ber¬pengaruh terhadap kedamaian dan ketenteraman dalam rumah tangga. Suami akan merasa bahagia jika rumah tangganya berjalan sukses sebagai akibat dari sikap seorang wanita yang teliti, jeli, dan cermat.
Titis bermakna tepat mengenai sasarannya. Artinya, wanita yang titis berarti dapat mengelola rumah tangganya dengan efektif dan efisien sesuai yang diharapkan. Untuk dapat bersikap titis ini diperlukan pe¬ngetahuan, ketabahan, keuletan, kesabaran, dan ketelitian. Seorang pemanah disebut titis jika busur anak panahnya senantiasa tepat mengenai sasaran. Hal ini diperlukan latihan serta pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk ‘perpanahan’ serta harus ditekuninya dengan tabah, ulet, sabar, dan teliti. Hasil akhir yang diraihnya adalah gelar pemanah yang titis, di mana anak-anak panah yang dilepaskannya senantiasa tepat mengenai sasaran sesuai dengan yang diinginkan. Demikian halnya seorang istri yang bersikap titis akan sangat membantu suaminya yang secara bersama-sama menuju sasaran yang tepat dalam berumah tangga yang telah dicanangkan dan disepakati berdua.

4. Tetes

Istilah tetes sangat dekat dengan istilah netes, artinya menghasilkan. Makna mendalam dari pengertian tetes berkaitan erat dengan dua peran wanita, yakni sebagai penerus keturunan dan sebagai ekonom dalam rumah tangga. Seorang wanita yang subur akan memberikan keturunan yang sehat dan sempurna lahir–batin; sebagai ekonom yang mengendali¬kan kebutuhan rumah tangga harus dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi keluarganya. Misalnya mulai dari menyediakan makanan sampai dengan urusan yang paling signifikan yaitu membangun cita-cita keluarga yang sakinah, mawadah, warrohmah (bahagia dalam limpaham cinta dan kasih sayang serta dalam limpahan rahmat Tuhan Yang Maha Esa).

Momong,momor,momot

Wanita yang luluh sikapnya, harus mampu momong, momor, dan momot.
a. Momong.
Kata ini bermakna mengasuh, merawat, dan menjaga segala sesuatu hingga dapat tumbuh berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Untuk dapat melaksanakan tugas momong dengan baik, wanita harus senantiasa mengasah dan menambah pengetahuan yang dimilikinya. Dengan bekal tambahan pengetahuan dan keterampilan yang terus-menerus diupayakan untuk ditambah, wanita akan mampu menjalankan perannya sekaligus menunjukkan kualitas kewanitaannya selaku wanita idaman.
b. Momor.
Kata ini berarti bergaul atau berkumpul. Wanita idaman akan mampu bergaul dengan lingkungan sekitarnya dengan baik. Ia dapat menempatkan dirinya dengan baik di tengah-tengah lingkungan¬nya yang berbeda-beda. Ia juga dapat menjaga jarak untuk tidak terjebak dalam pergaulan yang kurang baik, dan lingkungan sekitarnya akan merasa senang dapat bergaul dengannya.
c. Momot.
Kata ini bermakna dapat mengerti, memahami, dapat menyimpan rahasia, tidak mudah marah, dan tabah. Laksana lautan, hati wanita ini begitu luas lagi lapang, sehingga ia mampu menerima segala sesuatu yang datang kepadanya, dicoba untuk diketahuinya, kemudian disimpannya rapat-rapat sehingga segala persoalan, termasuk rahasia dan aib, aman bersamanya. Ia tidak suka membuka rahasia atau aib pihak lain yang diketahuinya dan tidak suka mengorek-ngorek rahasia maupun aib orang. Sikap sabar dan tabahnya demikian mengemuka dan begitu pula dengan kepintarannya menyimpan rahasia sehingga keluarga dan lingkungannya menaruh kepercayaan yang tinggi kepadanya.

GEMATI,MERAK ATI DAN LULUH

tiga sikap yang harus terdapat padanya yaitu: gemati, merak ati, dan luluh.
1. Gemati
Gemati artinya mampu dan pintar memelihara atau menyelenggara¬kan segala sesuatu dengan baik. Sebagai wanita idaman, sikap wanita ini begitu menawan karena ia pintar menjalankan perannya selaku ‘ratu’ rumah tangganya. Selaku istri, ia melimpahkan cinta dan kasih sayang¬nya kepada suami hingga amat terkesan ia pintar merawat dan menjaga pasangan hidupnya tersebut. Dengan naluri serta perasaan keibuannya, ia pintar mengasuh, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Begitu pula dengan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah rumah tangganya dapat dipelihara dengan baik dan ia akan senantiasa siap untuk mem¬benahi segala sesuatu di dalam rumah tangganya yang dirasakan kurang atau belum selesai.
2. Merak ati
Wanita yang bersikap merak ati adalah wanita yang ngadi warna, yakni pintar bersolek atau berdandan hingga terkesan ia pintar merawat dan menjaga kecantikannya; tidak hanya kecantikan lahir tetapi juga kecantikan batinnya. Wajahnya senantiasa terlihat cerah ceria dengan senyum manis tersungging di bibirnya. Ia juga pintar berdandan dengan mengenakan pakaian yang pantas dan serasi dengannya (ngadi busana), luwes gerak-geriknya (lumampah anut wirama), manis dan sopan tutur katanya. Wanita seperti itu adalah wanita idaman yang jika ‘bertahta’ dalam rumah tangganya selaku ‘ratu’, semua warga keluargannya akan merasa senang, mantap, dan dekat dengannya. Tidak hanya terbatas di lingkungan keluargannya, masyarakat di sekitarnya pun akan merasa senang menatap pesona keindahan yang dipancarkannya.
3. Luluh
Luluh bermakna sabar atau mudah bersabar hati. Wanita idaman yang bersikap luluh ditunjukkan oleh perilakunya yang penyabar, tidak keras kepala, serta menerima segala sesuatu dengan hati yang lapang (jembar, sabar, lan narima). Dengan sikap luluh-nya, wanita akan mampu mengelola rumah tangganya dengan baik, sehingga membuat suami serta anak-anaknya merasa tenteram dan tenang di dalam rumah tangganya.

Setia,bekti,mituhu,mitayani

Wanita sebagai istri diharapkan memiliki nilai: setya, bekti, mituhu, dan mitayani.
1. Setya
Salah satu kriteria ideal wanita Jawa adalah sifat setia yang harus ada, terutama kesetiaan kepada suami. Wanita Jawa yang ideal adalah wanita yang menganggap suami bukan semata-mata menjadi suaminya ketika hidup di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Tercermin ungkapan Jawa yang jelas menyebutkan kesetiaan sosok wanita terhadap suaminya adalah swarga nunut neraka katut (mengikuti ke surga maupun ke neraka).
Wanita Jawa selalu setia kepada pasangannya dalam kondisi kehidupan yang bagaimanapun, baik dalam kondisi hidup penuh ke¬susahan dan terlebih dalam kondisi yang serba menyenangkan. Di¬gambarkan secara jelas sikap setia wanita Jawa melalui ungkapan: urip rekasa gelem, mukti uga bisa; sabaya mukti sabaya pati (hidup dalam kesusahan bersedia, hidup makmur pun bisa; sehidup semati dalam suka maupun duka).
Kesetiaan wanita Jawa ideal terhadap pasangannya semakin jelas terlihat ketika suaminya meninggal dunia terlebih dahulu. Dalam kondisi demikian, wanita Jawa yang ideal akan turut ‘mati’ bersama suaminya; dalam arti mati keinginannya atau tidak punya keinginan untuk berumah tangga lagi dengan lelaki lain, ia harus tetap menjanda hingga akhir hayatnya untuk kemudian bersama-sama dengan suaminya menuju alam akhirat.
2. Bekti
Wanita Jawa dalam prosesi pernikahan melakukan upacara mijiki, yakni membasuh serta mengelap kedua kaki suaminya. Ini merupakan simbol atau perlambang yang nyata, bahwa wanita akan senantiasa bekti mring kakung (berbaki kepada suaminya) dalam berumah tangga.
Sikap bekti ini mempunyai makna dan penjabaran yang sangat luas. Satu di antaranya adalah sikap sang wanita untuk senantiasa menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Ia tidak akan membiarkan atau bahkan bersedia melakukan perbuatan tercela yang pasti akan meruntuhkan harga diri dan kehormatannya. Perzinahan atau juga perselingkuhan akan senantiasa dijauhi oleh wanita Jawa yang berusaha menjadi wanita ideal, karena tindakan itu nyata-nyata merusak bekti-nya kepada suami.
3. Mituhu
Mituhu bermakna setia, atau menurut (Prawiroatmojo, 1985:367). Mituhu dapat diartikan mau memperhatikan dan juga meyakini akan kebenaran ‘didikan’ suaminya. Wanita harus memiliki sikap mituhu, agar cinta dan kasih sayang suaminnya senantiasa tercurah kepadannya. Wanita yang mituhu akan mengedepankan kesetiaan kepada suami dan juga menjalankan segala perintah suaminya, selama perintah itu mengandung nilai kebenaran. Jika perintah tersebut tidak bernilai kebenaran, wanita dapat menolaknya dengan mengemuka¬kan alasan yang baik sehingga kondisi harmonis keluarga tetap dapat dipertahankan.
4. Mitayani
Mitayani bermakna dapat dipercaya. Untuk dapat bersikap mitayani, terlebih dahulu seorang wanita harus bersih dan jujur serta terbebas dari kesalahan yang fatal. Seorang wanita yang tidak bersih dan tidak jujur dapat melunturkan kepercayaan suami kepadanya, terlebih jika sang wanita pernah melakukan kesalahan yang fatal. Sebuah keluarga dibangun oleh beberapa fondasi, salah satunya yang sangat penting adalah rasa percaya–mempercayai di antara suami–istri. Juga agar suaminya dapat lebih tenang dalam bekerja, sang istri harus bersikap mitayani, karena dengan demikian kepercayaan yang diberikan oleh suami kepadanya dapat dijalankan dengan baik

Pawon,paturon,pangreksa

Wanita sebagai istri, juga dianggap sebagai sigaraning nyawa (belahan jiwa) suami. Dalam Serat Darmagandhul dijelaskan bahwa istri sebagai sosok pendamping suami, dituntut untuk senantiasa setia serta menjalani tiga hal yakni: pawon, paturon, dan pangreksa. Ketiga hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pawon
Pawon berarti dapur. Makna luasnya, sebagai pendamping suami, seorang wanita dituntut pintar memasak atau mengolah hidangan untuk makanan keluargannya. Meskipun secara naluri wanita menggemari kegiatan ‘dapur’ ini, namun wanita tetap dituntut untuk senantiasa menambah wawasan dan pengetahuannya agar dapat tampil piawai selaku ‘koki’ keluargannya. Penambahan wawasan tersebut diperoleh dari berbagai majalah atau buletin yang membahas masalah masak-memasak atau juga dapat diperoleh dari berbagai tayangan di televisi yang menyajikan program acara masalah ‘dapur’. Kepandaian wanita dalam memasak akan membuat suami serta anak-anaknya kerasan berada di rumah, dan ini merupakan keuntungan tersendiri bagi pengelolaan keuangan rumah tanggan karena tidak ada kebiasaan makan di luar rumah bagi suami maupun anggota keluarganya yang lain. Di samping itu seorang istri yang mampu memuaskan ‘perut’ suaminya akan mendapat pujian serta kebanggaan dari suami.
2. Paturon
Paturon berarti tempat tidur. Makna luasnya adalah dituntutnya seorang istri piawai beradu asmara dengan suaminya di atas ranjang. Masalah hubungan badan ini merupakan masalah yang paling sensitif dari sebuah rumah tangga. Seringkali dalam rumah tangga terjadi perselisihan yang berakibat perceraian karena masalah ‘tempat tidur’. Perselingkuhan serta perzinahan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga lebih banyak disebabkan oleh faktor ‘ranjang’; suami atau istri tidak mampu memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pasangannya, sehingga pasangan berusaha mencari kepuasan di luar rumah. Dampak negatif dari tindakan perselingkuhan atau perzinahan ini misalnya ter¬jangkitnya penyakit kelamin yang mengerikan, lahirnya anak ‘gelap’ akibat hubungan di luar nikah, dan hal-hal mengerikan lainnya yang jelas-jelas mengancam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga.
3. Pangreksa
Pangreksa berarti penjaga. Makna luasnya, wanita dituntut untuk dapat mengelola rumah tangganya dengan sistem pengelolaan yang baik dan benar serta melayani kebutuhan suaminnya dengan sebaik-baiknya. Seorang suami yang menghadapi ketidakbenaran sistem pengelolaan rumah tangga serta tidak mendapat pelayanan yang memuaskan dari sang istri, seringkali berusaha mendapatkannya di luar rumah. Permasalahan menjadi semakin meruncing ketika suami akhirnya justru mendapatkan apa yang dicarinnya pada sosok wanita lain.
Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki sifat mulia, yang berakar pada nilai gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari-hari wanita Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki; nastiti memiliki arti cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali. Sikap nastiti ini berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap nastiti, dituntut bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal menggunakan harta benda keluarganya, dituntut bersikap hati-hati. Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan ‘keputusan’ keluarganya, sehingga ia dapat memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita yang mempergunakan harta bendanya tanpa kontrol, akan melunturkan ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi rumah tangga.

Wedi,gemi,gemati

Menurut Ronggowarsito sedikitnya ada tiga watak perempuan yang jadi pertimbangan laki laki ketika akan memilih, yaitu:
1. Watak Wedi , menyerah , pasrah, jangan suka mencela , membantah atau menolak pembicaraan.
Lakukan perintah laki -laki dengan sepenuh hati .
2. Watak Gemi, tidak boros akan nafkah yang diberikan .
Banyak sedikit harus diterima dengan syukur . Menyimpan rahasia suami , tidak banyak berbicara yang tidak bermanfaat . Lebih lengkap lagi ada sebuah ungkapan , gemi nastiti ngati -ati . Kurang lebih artinya sama dengan penjelasan gemi diatas . Siapa laki- laki yang tidak mau mempunyai pasangan yang gemi ?
3. Watak Gemati , penuh kasih.
Menjaga apa yang disenangi suami lengkap dengan alat -alat kesenangannya seperti menyediakan makanan , minuman , serta segala tindakan . Mungkin karena hal ini , banyak perempuan Jawa relatif bisa memasak . Betul semua bisa beli , tetapi hasil masakan sendiri adalah sebuah bentuk kasih sayang seorang perempuan di rumah untuk suami ( keluarga )

SebutanWedok

Dalam bahasa jawa ada empat bentuk yang digunakan untuk menyebut perempuan
1.WADON
Wadon berasal dari bahasa kawi wadu yang mempunyai arti abdi atau kawula. Dalam istilah ini diartikan bahwa perempuan di dunia ini di ciptakan sebagai abdi laki-laki. Dalam hal ini khususnya ditujukan kepada seorang perempuan yang sudah menikah,agar ia mampu mengabdi kepada suaminya.
2.WANITA
Wanita ini berasal dari dua bahasa jawa (kerata jawa) yakni wani yang artinya berani dan ditata artinya teratur atau di tata. Artinya wanita harus mampu mengatur keluarganya agar menjadi lebih baik.
3.ESTRI
Estri berasal dari bahasa kawi “Estern” yang artinya penjurung (pendorong), di mana seorang perempuan harus mampu menjadi pendorong untuk laki-laki ataupun pasangannya, agar pasangannya mampu menjadi laki-laki yang lebih baik, seperti kata pepatah bahwa selalu ada wanita hebat di samping lelak yang hebat.
4.PUTRI
Dalam peraadaban tradisional jawa, kata putrid ini sering dibeberkan sebagai akronim dari putus tri perkawis. ang menunjuk kepada purna karya perempuan dalam kedudukannya sebagai putri. Perempuan dituntut untuk merealisasikan tiga kewajiban tiga kewajiban perempuan ( tri perkawis ). Baik kedudukannya sebagai wadon, wanita, maupunestri.